Let us find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart ~

Minggu, 26 Januari 2014

Pare #1 : Kamar Kecil



Good Morning Pare… Selamat Pagi Pare, pagi yang tak sedingin Salatiga Hatti Beriman. Setelah menempuh perjalanan dengan mini bus dari jam 20.00 p.m. – 03.00 a.m., sampailah kami di tempat kami berada, Kamar kecil bercat kuning hijau.
            Sebulan yang akan datang, kami – aku, mbak Amalia, Mbak Siwi, Mbak Itsna, dan Mbak Eni – akan menghabiskan malam-malam yang indah di kamar kecil yang bukan toilet ataupun kamar mandi ini.
            Dan hal yang paling menyenangkan dari kamar kecil ini adalah jendela di bagian selatan yang jika menoleh ke kiri, kami bisa melihat sunrise, dan jika menoleh ke kanan, sunset yang mempesona menyapa kita.
Ini langit pukul 05.09 hari ini :)
            Angin yang bergelayutan di sisi jendela menerobos masuk dan menguapkan hawa panas. Sawah yang luas melambai-lambai mengajak bermain. Dan hari ini, petualangan kami yang menyenangkan akan kami mulai. Semangaaaatttt !!!

Jumat, 24 Januari 2014

Teruntuk Adik : Kau Tak Pernah Sendiri (Meski Bencana Bertubi)



Dik… ini bukan cara alam marah kepada kita
Bukan pula cara Tuhan menghukum para hambaNya
Lihat, tangan malaikat masih mengulurkan bala bantuan
Menggerakkan hati para dermawan
Untukmu, untuk segenap saudara kita
Dik… aku tahu beberapa malam ini kau kedinginan
Bahkan kau sampai menangis sesenggukan
Meringkuk dipeluk ibumu
Namun dingin sedang tak berperasaan
Usaplah airmatamu, ingatlah dalam hangatmu, dan besrsyukurlah
Kau tahu, dalam keadaanmu yang beberapa hari ini tidak menemukan tanah lapang
Atau benang dan layang-layang
Atau boneka dan masak-masakan
Atau bola dan pemukul kasti serta lompat tali
Dijiwamu, aku percaya kekuatanmu tertempa
Meski fisikmu lemah dan hatimu luka parah
Di jiwamu, aku percaya kesabaranmu akan berlebih
Meski tak jarang kau mengeluh lirih
Dik… karena saudaramu tiada mungkin akan meninggalkanmu
Juga malaikat dan serdadu langit yang meringankan semuanya, mengirimkan pinta dan doa…
Katakan pada ayah ibu bahwa kau akan lebih bahagia setelah ini
Menjadi pribadi yang bersahabat dengan alam dan negeri
Kau sadar bukan Tuhan selalu punya alasan…
Dan karena kau pintar, kau selalu bisa belajar
Dik… kau tak pernah sendiri menghadapi semua ini
Bersyukurlah, kau tak pernah sendiri meski bencana bertubi

Rabu, 22 Januari 2014

MOVE



Ini saatnya aku membuka lembar yang baru. Tidak lagi berkutat pada harapan yang remang-remang. Aku melihat keluar, dan terang membuatku jatuh cinta. Bias-bias cahaya menghidupkan, dan aliran air menenangkan. Bukan lagi tentang galau yang tiada berkesudahan, atau masa lalu yang mengikatku secara keterlaluan. Kini, semuanya tentang hidup dan kehidupan, tentang orang-orang baik yang Allah pertemukan denganku.
            Aku tersenyum geli, mengingat kebodohanku dimasa kemarin hingga dua-tiga tahun yang lalu. Menutup mata dari orang-orang yang lebih baik hanya untuk seseorang yang kadang peduli dan kadang tidak. Ini saatnya aku membuka kesempatan. Untuk diriku sendiri, hatiku, dan orang lain yang begitu baik, semoga aku bisa berbuat baik juga kepada mereka.
            Hidup itu maju, ke depan, tidak jalan di tempat apalagi mundur. Hidup itu perjuangan, melintasi hujan badai banjir tanah longsor, juga melihat pantai ombak gunung pohon langit dan bintang. Semuanya harus berkesinambungan, semuanya harus seimbang.
            Untuk kedua kali ketika aku menulis catatan ini, senyum geliku tersungging lagi. Betapa selama ini aku sangat egois menggunakan hatiku. Ia kupaksa sedemikian rupa untuk tidak berpindah. Padahal ada banyak sandaran yang lebih menguatkan, yang bisa membawaku pada langit impian, bukan sekedar tertahan, atau melemparkanku ke awan tanpa memberitahuku jalan. Buta arah. Tanpa tempat yang dituju, dan selama ini aku seperti itu. Hehehe
            Maafkan aku, hatiku tersayang. Kau telah kutenggelamkan dalam luka lama sekali. Membiarkanmu begitu saja menangis tanpa memberikanmu sapu tangan atau mengulurkan tanganku untuk mengusap airmata itu. Kini, di usia berkepala satu, meski satu koma sembilan, aku sudah insyaf untuk melakukan itu. Kau bebas kini, berkelana kemanapun kau mau. Melakukan apapun yang membuatmu bahagia, yang akan membuat detak kehidupanmu membuatmu tersenyum, selalu.
            It is time to move. Buka pintu rumah dan pergi sejauh mungkin. Melanglangbuana ke tempat manapun yang ingin kau lihat. Pantai, taman, bukit dengan bintang, bahkan kebun binatang. Atau, jika kau ingin naik roller coaster sekalipun, kau boleh melakukannya.
            Ini saat kau boleh melakukan apa saja yang kau inginkan, mengucapkan terimakasih lebih sering daripada berkata maaf. Saat kau harus lebih banyak berkata iya dari pada tidak. Lebih banyak mengangguk daripada menggeleng. Hal-hal semacam itulah.
            Ini sudah 2014. Waktu dimana semua kenangan memang harusnya hanya dijadikan sebagai kenangan, bukan masa depan. Waktu dimana perubahan diterima dengan baik, tidak diperdebatkan, digugat, ataupun dipermasalahkan. Waktu untuk mengucapkan selamat tinggal dan salam damai untuk masa lalu. Waktu untuk kita bilang selamat datang pada hal-hal baru, kepastian, dan masa depan. Waktu untuk kembali mengucapkan kata cinta. Waktu untuk menggunakan sayap yang sudah dipilin bertahun-tahun, setiap helainya dipilin dengan pengalaman, dan membumbung tinggi, sembari memberi pengumuman pada dunia bahwa aku kini telah berubah, menjadi lebih baik.
            Akhirnya, terimakasih atas hidayah ini, dan mohon terus bimbing hamba, Tuhan…

Tentang ‘Perjuangan’



Kawan, ini adalah cerita baru antara orang-orang baik yang kebaikannya melingkupi kehidupanku atas izin Allah, dan aku sangat bersyukur.
                Kemarin sore, selang satu jam setelah aku pulang dari perantauan, aku membuka laptop dan mengoneksikannya dengan internet. Niat awalku ingin mengetahui pengumuman salah satu lomba menulis yang aku ikuti. Lalu, notification di symbol chat menggelitik rasa ingin tahuku. Seseorang mengirimkan pesan untukku. Aku membukanya, dari seseorang yang aku kenal baik denganku. Aku membacanya hati-hati, kata per kata, dan aku menemukan kekecewaan dalam kalimatnya.
                Akupun tiba-tiba terbayang dengan orang-orang yang juga baik denganku – yang notabene adalah orang yang menyebabkan kekecewaan si pengirim pesan. Ia kecewa karena ia telah antusias mengikuti kgiatan dan membawa nama baik – sebut saja organisasi, namun ia tidak masuk kepengurusan juga tidak mendapat follow up dari pengurus terpilih. Ia merasa tidak dianggap oleh segenap pengurus. Ia menceritakannya kepadaku, dengan santun, dan aku percaya meskipun ia kecewa, ia masih mencintai – sebut saja organisasi itu.
                Sementara, orang-orang di – sebut saja organisasi itu menilai keberadaannya akan menghadirkan suasana yang tidak kondusif, dan hal itu mereka hindari. Beberapa alasan mereka dapati dan dari pengalaman beberapa orangpun bagitu, jadi mereka memilih tidak mengambil resiko.
Waktu bergulir, tanpa si pengirim pesan, -- sebut saja organisasi itu berjalan baik. Kini, mereka sedang memperbaiki hal-hal internal mereka. Mengokohkan kepengurusan dan mengkonkritkan pembagian tugas, dan tentu saja berusaha mem-follow up anggota yang jumlahnya tidak sepuluh dua puluh orang.
Sementara, yang saya tahu, si pengirim pesan juga disibukkan dengan banyak hal diluar kegiatan – sebut saja organisasi itu. Ia kerap kali saya dapati sedang keluar kota untuk mewakili – sebut saja organisasi lain yang juga ia ikuti.
 Sebut saja organisasi yang telah ‘mengecewakannya’ kini mempunyai satu aturan yang tidak mengizinkan pengurusnya untuk mengikuti – sebut saja organisasi lain guna menghidupkan ‘dirinya’ kembali setelah pada periode sebelum-sebelumnya, ia dianggap mati oleh banyak orang.
                Dalam kebingungan saya dan keberadaan saya ditengah semua orang-orang baik yang saya sayangi itu, saya ingin berkata : Saya sering mendengar masalah dari dua pihak, baik itu kekecewaan, keluh kesah, ataupun kemarahan, tanpa saya mampu menghakimi mana yang benar dan mana yang salah, dan saya memang tidak ingin menghakimi diantara keduanya. Saya hanya sedang menghubungkan hal-hal yang saya ketahui dan saya dengar dari kedua pihak untuk kemudian membuat semuanya berdamai. Karena kita bersaudara, saya harap tidak ada hati yang tertikam diantara kita. Sebaiknya, kita semuanya introspeksi terhadap apa yang telah kita lakukan untuk satu sama lain, dan mendukung juga untuk keberhasilan satu sama lain.
                Saya bisa berbuat apa jadinya? Saya hanya bisa menulis ini dan berharap orang-orang itu membacanya, dan melakukan apa yang saya minta : saling introspeksi dan saling mendukung. Semoga kebaikan melimpah bagi orang-orang yang sudah berbuat baik bagi sesamanya, dan bukankah kebaikan yang paling baik ialah ketika tangan kanan melakukannya dan tangan kiri tidak mengetahuinya? Bukankah seperti itu? Setahu saya seperti itu.
                Kini, saya harap semuanya bisa seiring sejalan dengan segala rupa perjuangan yang dilakukan. – Sebut saja organisasi itu membutuhkan si pengirim pesan yang telah membawa namanya sampai kemana-mana, juga si pengirim pesan tadi butuh – sebut saja organisasi itu untuk tetap silaturahim dengan banyak orang diluar sana, jadi dengan atau tanpa terteranya dia di jajaran kepengurusan, ia tetap menjadi keluarga besar –sebut saja organisasi itu. Apa lagi yang perlu dirisaukan? Kecewa itu manusiawi, tapi berdamai, dan menomorsekiankan kekecewaan itu mulia.
                Pada akhirnya saya belajar dari orang-orang baik yang Allah karuniakan dalam perjalanan hidup saya, terlepas dari dianggap atau tidak, akan selalu ada orang yang menghargai perjuangan, menganggapnya baik, dan tidak akan pernah melupakan perjuangan itu, sekecil apapun. Semoga bermanfaat, dan setelah membaca note kecil ini, banyak orang yang mengucap Alhamdulillah, serta melanjutkan perjuangannya, tanpa niat lain kecuali ridla Allah. Semangaaatttt (^_^)//

Kamis, 16 Januari 2014

Dialog Hati

Satu sisi berkata
Tetaplah, bertahanlah, bukankah kau sudah melakukannya bertahun-tahun. Bahagia itu pasti datang kalau kau terus menanti.
Sisi lain berkata
Hey. Kau mau hidup seperti ini terus? Tenggelam dalam penantian. Terombang-ambing dalam ketidakpastian. Bahagia bukan datang saat kau terus menanti, tapi disaat kau menjemputnya.
Satu sisi berkata
Buat apa susah-susah menjemput jika dengan menanti bahagia itu akan datang?

Sisi lain berkata
Akan datang? Kapan? Benarkah akan datang? Bukankah penantian itu seperti ombak, atau hujan dimusim kemarau?
Satu sisi berkata
Suatu saat, pasti. Penantian itu bukan semata tentang datang atau tidak, tapi percaya dan setia.

Sisi lain berkata
Aih, apa kamu benar-benar sisi hati yang selama ini aku kenal? Bukankah sebelumnya kau teguh dengan cita-citamu, dengan impianku. Kau bukankah yang dulu mengajariku menjemput asa yang meski harus dengan susah payah baru kudapat? Kenapa kini berubah? Kau dulu sepemahaman denganku. Tidak akan membuang waktu untuk hal-hal yang justeru mengekangmu.
Satu sisi berkata
Ketika empunya.ku kecil dulu, aku selalu menganggap impian itu dekat,terang, gemilang, dan selalu membangkitkanku. Tapi, aku terus jatuh karena aku berlari mengejarnya, bermaksud menjemputnya. Aku bahkan pernah sakit dan babak belur karenanya. karena orang-orang mengataiku terlalu berhasrat untuk maju. Ah, akupun akhirnya sangat lelah. Lebih baik seperti ini saja. Menunggu dengan kesetiaan dan kesabaran yang utuh.

Sisi lain berkata
Hay. Hukum alam selalu begitu. Semakin banyak yang kau lewati, semakin kencang kau berlari, rintangan akan semakin banyak, akan semakn sulit. Tapi kau akan semakin kuat, kau akan semakin cerdas. Tidakkah kau ingin menjadi sosok yang ebih baik. Jemputlah bahagiamu, ciptakan dengan caramu, tanpa menunggu.
Sisi hati hanya diam, membenarkan apa yang dikatakan sisi yang lainnya. Ia merasa salah, dan berusaha berubah. Hingga akhirnya ia berkata : aku akan melakukannya, menjemput bahagia yang aku ciptakan dengan caraku.
Hatipun kini menjadi utuh, tidak lagi saling menikam, tidak lagi saling menyalahkan. Damai, tentram, dan sejalan.

*tulisan ini saya tulis dengan agak ngawur, tapi semoga bermanfaat.