Kau
pernah merasakan bahagia dan malu pada saat yang sama?
Kau pernah merasakan malu dan
bahagia pada saat yang sama?
Kuceritakan padamu, dua moment yang
aku menyebutnya ‘jleb moment’ yakni moment ketika hatimu tertohok malu
sekaligus mengucap syukur kepada Allaah.
Siang itu, pada hari yang aku lupa
tanggal dan tahunnya. Aku hanya ingat hari itu hari Selasa, saat ada sebuah
acara di PKM 2 IAIN Salatiga. Aku bersama seorang adik angkatan jurusan KPI
berbincang. Perbincangan tentang kabar, basa-basi selayaknya orang Indonesia.
Lalu, tentang kemah bela negara yang pernah kami ikuti bersama, lalu tentang
sebuah tulisan blogku yang tiba-tiba dipakai seorang dosen dalam perkuliahan.
Saya tentu senang mendengar cerita adik itu. Tulisan saya, ada manfaatnya
saudara. :D Tapi, berbarengan dengan ‘alhamdulillaah’ yang saya ucap, seketika
itu saya malu ketika ia menyebut sebuah judul tulisan. Tulisan itu, tulisan
tentang seorang dosen yang tidak kunjung masuk dan tidak pula mengabarkan kepada
kami tentang ketidakhadirannya. Kan nggregeti ya. Ditambah saya yang kecil
lemah *ah, hihi* ini harus naik ke lantai tiga. Itu hari pertama kuliah,
semangat belum ada yang tumpah, masih berlimpah ruah, dan tiba-tiba erkotori
oleh rasa greget yang meresahkan. Hiks. Lebih lanjut tentang tulisan *yang true
story* itu, bisa di lihat di blog saya yang sucimahasiswapba.blogspot.com.
Lalu, sontak saya yang rasa ingin tahunya seringkali tidak ketulungan ini
mengorek lebih jauh lagi tentang kejadian di kelas KPInya adik itu. “Terus
gimana dek?” “Kamu baca?” “Pak dosen bilang apa?” “Duh dek, kan itu kan bukan
tulisan pas moodku bagus dek.” Dan “kan... kan... kan... yang lain”. Kalau kau
moody, kau pasti tahu betapa khawatirnya aku ketika itu. Khawatir kalau kata-kataku
ada yang tidak pantas, keceplosan, dan lain-lain yang diluar kendaliku. Hiks..
Bersyukurnya, mereka semua
menanggapi tulisanku dengan baik, dengan positif. Dan kata-kata yang pak dosen
bilang ke mahasiswa, menurut cerita adik itu ialah “Hal-hal yang sederhana,
atau perasaan yang sederhana, dengan kata-kata bisa menjadi hebat, hebatnya
ialah tulisan itu bisa membuat pembaca masuk ke dalam cerita itu. Ikut
merasakan kegelisahan yang penulis rasakan. Mahasiswa KPI gak boleh kalah sama
mahasiswa PBA.” Haha. Alhamdulillaah. Padahal saya menulis waktu itu karena
saya teman-teman terlalu sibuk untuk sekadar diajak bicara.
Yang kedua ialah ketika kau berniat
menulis cerita anak layaknya fairy tale, justeru cerita yang kau niatkan itu
berubah menjadi ceritamu sendiri yang kau fairy tale kan, dan dibaca oleh
seorang dosen yang sedang kau ambil mata kuliahnya. Di kelas, tiba-tiba seorang
dosen itu menyebutkan judul tulisan yang kau masih hafal betul kata-katanya.
Hiks. Serasa ingin mengecil terus masuk tas sebentar terus tasnya biar dibawain
pulang temen terus udah. Hihi. Malu, saudara. Tulisan alay yang
difiktif-fiktifkan dibaca oleh seorang yang sudah menulis 6 buku non fiksi.
Huhu.. Harus lebih selektif lagi nanti-nanti kalo ngeposting tulisan. Tapi terimakasih
Bapak sudah berkenan membaca *entah membaca judulnya apa udah sama isinya*
Semoga judulnya aja. Hihi.. :p
Rabbii.. atas segala yang Kau
anugerahkan pada diri gadis kecil yang selalu sama ini *selalu berusaha lillaah
dan fillaah* terimakasih banyak. Semoga, tulisan yang saya bagi karenaMu ini
bisa bermanfaat bagi orang lain. Minimal, bisa membuat orang senyum-senyum
sendiri, bahagia, apalagi untuk orang-orang yang tahu betapa tidak jelasnya
saya, betapa anehnya saya, semoga mereka semua bahagia membaca tulisan-tulisan
saya *yang seringkali nggalau*. Terimakasih Allaah. “Nuun.. wa al-qalami wa maa
yasthuruun.” Atas semua yang saya ceritakan, saya akan mengakhirinya dengan doa
– Semoga berkah --.
Saya tidak pernah punya cita-cita
berhenti bercerita. Untuk cerita yang kau baca, maaf jika ada salah kata.
Reader, i love you unconditionally.. ^^
Gadis
kecil yang berusaha mencintaiMu segenap dan sebulat mungkin.
Saya, Fauziyah Suci Nurani, dan segala
rasa terimakasih.