Let us find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart ~

Senin, 02 Februari 2015

Memandangmu, Membiarkan Rasaku Bicara

Untuk sebuah keadaan yang begitu menyulitkan, aku bersyukur. Aku biarkan hatiku menjadi lebih kuat, lebih tegar, lebih sabar, seperti sebuah hati yang ada dicerita wanita-wanita luar biasa yang ditakdirkan untuk seorang raja bijaksana.
                Aku bertanya awalnya, apakah aku pernah menginginkan ini? Maksudku, menginginkan keadaan yang menempatkanku di sampingmu, lalu aku menjatuhkan hatiku padamu? Apa aku pernah bilang pada Tuhan untuk semuanya ini?
                Kerap kali dalam setiap doaku, aku selalu ingin menjadi seorang wanita yang mengasihi seseorang dengan kekayaan hati, kekayaan ilmu, kekayaan amal. Seseorang sederhana yang bisa menemaniku tertawa di mana saja. Di jalan-jalan yang aku lewati, di tempat-tempat yang aku kunjungi : di kampus, di depan kelas, di bangku taman, di warung makan. Seseorang sederhana yang mengirimku sebait kata yang manis setiap pagi, mencipta mood positif bagiku seseorang yang moody sepertiku. Seseorang yang sederhana yang memberi tahu semua orang bahwa ia menyayangiku, dan akupun menyayanginya. Seseorang dengan mata, hidung, senyum, yang sederhana yang terlalu sempurna untuk dilupa.
                *aku berhenti menulis. Aku memandangmu dari kejauhan. Mencoba menelisik alasan yang ada pada dirimu, sehingga meninggalkanmu aku tak mampu.
                Aku melihatmu diantara sahabat-sahabatmu. Apakah kau bahagia, Mas? Iya, kau nampak bahagia. Ketika bersamaku, apa kau sebahagia itu? Mata yang menyipit dan bibir yang menyungging sempurna ke atas. Kau tersenyum. Aku ikut bahagia.
                Aku memandangmu dari kejauhan. Diam, membiarkan segala sesak ini sedikit demi sedikit terkurangi. Mencoba ikut tertawa dan bahagia. Aku biarkan hatiku menemukan kebahagiaannya. Aku biarkan hatiku menajamkan rasanya. Aku biarkan hatiku berdialog dengan bahasanya yang tanpa dusta. Aku ingin hatiku merasa bahagia.
                Tanpa titik airmata. Aku ingin menyelesaikan tulisan ini tanpa airmata. Tawamu semakin menjadi, semoga benar-benar bahagia. Bukankah seseorang akan bahagia jika melihat orang yang disayanginya juga bahagia?
                Ah, kau pergi. Sepertinya memang tidak baik terus membiarkan mataku memandangmu dalam jarak sejauh ini. Tunggu, kau pergi bersama sahabat-sahabatmu. Apakah aku ikut bersamamu? Apakah kau sisakan sedikit tempat untukku. Tempat yang kupesan sejak aku memutuskan untuk bersamamu. Tempat itu, sedikit saja ruang tepat disampingmu. Apa aku ikut bersamamu?
*aku berhenti seejenak. Menatap tempat itu tanpa dirimu.
                Tidak lebih baik, tak lagi ada yang menarik perhatianku. Aku lanjutkan tulisan ini.
                Kau bukan orang sederhana itu. Kau kompleks dengan segala rupa kegiatan yang menyita waktumu, waktu kita. Kau mungkin lebih banyak membagi cerita bersama mereka. Dan saat aku benar-benar ingin berkata banyak hal, kau tidak ada, atau kau ada sementara waktumu tidak tepat. Apa aku boleh marah, sejenak saja? Tidak. Andai marah berguna, aku tetap tidak akan melakukannya.
                Kau bukan orang sederhana itu. Begitulah akhirnya hatiku berbicara. Jika kau orang itu, kau tidak akan membiarkanku dan segenap rasa ini hanya memandangmu dari jauh. Kau akan datang padaku, menanyakan apa kabarku, dan meminta teh hijau yang katanya sudah kau tunggu sejak berhari-hari yang lalu.
                Kau bukan orang sederhana itu. Kau bukan orang sederhana itu. Kau bukan orang sederhana itu.
*lagi, aku berhenti menulis dan aku melihat tempat itu. Sama saja, tidak semenarik ketika kau di situ.
                Harusnya tidak begitu. Kalau kau bukan orang sederhana itu, harusnya tempat itu tetap terlihat menarik. Mungkin, kau adalah orang sederhana itu. Sepertinya iya. Hanya saja, sebuah waktu yang belum kunjung memberitahuku. Iya, kau orang sederhana itu. Tuhan sepertinya sedang menyiapkanmu untuk itu. Semoga saja. Iya, kau orang sederhana itu, Mas.

*di balik jendela

*dari yang mengharapkan kau datang dan membimbingku menuju bahagia, Fauziyah Suci Nurani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar