Let us find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart ~

Minggu, 11 Oktober 2015

Gadis Penyuka Buku dan Sang Pangeran

Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Jatuh cinta itu niscaya. Kepastian dari Yang Maha Memastikan. Sebuah rasa yang dijadikan indah di hati para manusia. Sebuah keyakinan yang senyatanya entah tiada tahu dari mana datangnya, melainkan dari Sang Maha Segalanya.

Izinkan aku berkisah tentangnya. Sebuah kata yang di damba ribuan anak adam dan hawa. Cinta. Kisah yang mengharu biru penuh romansa. Kisah yang mendewasakan kalbu dengan problemanya.

Ini kisah cinta seorang gadis penyuka buku. Hobbinya menelusuri huruf demi huruf buku-buku. Waktunya ia gunakan untuk duduk di pojok dan kemudian sembunyi di balik lembar lembar buku. ia juga seorang gadis penggemar sepi. Jarang bicara dengan mulutnya, melainkan dengan kekata penanya. Ia sering berdialog pada penghuni langit pada malam-malamnya, menghadap laptopnya pada pagi harinya, berdiam lama dengan buku pada banyak waktu setelahnya.

Ia bukan gadis yang tidak pernah jatuh cinta. Sayang, jatuh cintanya melukainya. Karenanya, ia kembali bersama kekasih sejatinya, buku buku yang penuh setia dengannya.

Hingga ia bertemu dengan seorang pangeran. Bukan pangeran yang ia baca di buku-bukunya, namun seorang pangeran yang mengaku jatuh cinta padanya, pada pandangan yang hanya sekejap tertuju ke arahnya, dan memintanya mendampinginya. Gadis itu tidak mengerti apa-apa. Ia juga tidak mempercayai apa-apa. Ia mengangin lalukan segala kekata sang pangeran, dan kembali pada bukunya. 

Namun, pangeran itu tidak menyerah. Sifatnya yang ksatria lantas membuatnya mengejar gadis itu. singkat cerita, dengan waktu yang tidak sebentar, hati gadis itupun luluh. Perjuangan yang mencuri hatinya, hingga benarpun kalimat lama bahwa, kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta.

Dicintai dan mencintai seorang pangeran sungguh tidaklah mudah. Seringkali, rindu-rindu tertahan menyesakkan. Seingkali, waktu-waktu berlalu saja begitu. Seringkali, tangis tangis memecah dengan mudah. Banyak rasa yang harus diredam, banyak kata-kata yang mesti dipendam. 

Hati gadis itu sering dipermainkan oleh waktu. Hati gadis itu sering dibohongi oleh janji. Semua bukan salah sang pangeran, hanya saja, ada tugas negera dan sekian juta rakyat yang ia perjuangkan. 

Baginya, tetap bukulah yang paling setia menjadi temannya. Menjadi tempat keluh kesahnya, menjadi tempatnya mendengarkan cerita-ceria.

Lantas bagaimana cintanya? Dan bagaimanakah sang pangeran mencintai gadis itu?

Dengan doa yang ia langitkan ketika sujudnya. Dengan permohonan yang ia tujukan pada Tuhannya. Dengan gelisah yang ia sandarkan seutuhnya pada yang Maha Segala.

Mereka selalu yakin Tuhan tidak pernah mengabaikan segala pinta. Hingga waktu itu datang. Sebuah pengikraran dan pengikatan. Sebuah pendampingan dan penggenapan. Sebuah ketaatan dan kepatuhan.

Pada bukunya, gadis yang telah menjadi seorang putri itu bercerita begitu banyak. Bahwa, dengan sang pangeran, ia tidak hanya bisa membaca buku-buku yang ia kasihi, namun juga menulis buku-buku yang penuh kasih. 

Akhirnya, memang benar bahwa kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta, tapi kita selalu bisa memilih bagaimana mencintai seseorang yang membuat kita jatuh cinta.

Terimakasih sudah mendengar cerita saya, semoga bermanfaat.
Saya, gadis yang masih sama, selalu mencintaimu..
Fauziyah Suci Nurani
Diantara buku-buku*